Rapormerah.co – Fadli Zon, selaku Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, baru-baru ini mengkritik tentang langkah pemerintahan Indonesia yang berupaya untuk membuka akses masyarakat umum agar bisa mendapatkan bantuan berupa vaksin Covid-19. Walaupun konflik tentang vaksin tersebut masih tetap menjadi perbincangan warga karena adanya program hibah alias tidak berbayar dan ada pula vaksin yang berbayar. Untuk vaksin yang berbayar dapat di temukan di klinik Kimia Farma. Saat ini, Kimia Farma di ketahui sebagai bagian dari holding BUMN Farmasi Indonesia.
Fadli pun turut mengingatkan kepada pihak Kimia Farma bahwa vaksin tersebut merupakan vaksin dari Badan Usaha Milik Negara sebagai bentuk intervensi negara demi memberikan pelayanan terhadap rakyat bukan untuk mencari untung yang besar dari rakyat itu sendiri. Berangkat dari itu, tentunya mantan Wakil Ketua DPR RI itu telah meminta kepada pemerintahan Indonesia untuk segera membatalkan langkah yang sedang menjadi pembahasan atas pembuka akses masyarakat untuk bisa menjalani program vaksinasi dengan baik dan benar secara berbayar di klinik Kimia Farma.
“Vaksin Gotong Royong berbayar seharusnya sudah dibatalkan sejak dini, bukan malahan vaksinnya ditunda. Uang untuk membeli vaksin kan dapat dari rakyat, terus kita malah jual lagi ke rakyat,” ujar Fadli, yang kami lansir dari sumber CNNIndonesia, berdasarkan unggahan akun Twitter pribadi miliknya, pada Senin, 12 Juli 2021 kemarin. Tidak berhenti disitu saja, Fadli pun sekaligus berharap bahwa jenis vaksin yang digunakan oleh Kimia Farma itu hanya lah khusus untuk program vaksinasi Indonesia bukan di hibahkan ke negara-negara lain dalam bentuk kerja sama.
“Semoga juga bukan vaksin hibah negara sahabat yang akan diperjual belikan,” kata dia. Bukan hanya Fadli Zon saja yang turut memperbincangkan tentang vaksin gotong royong berbayar dari Kimia Farma, Abdul Rachman, selaku Anggota Dewan Perwakilan Daerah, atau DPD, juga turut mengkritik langkah pemerintahan Indonesia yang membuka gerbang atau akses untuk masyarakat umum demi mendapatkan vaksin Covid-19 secara berbayar dengan jumlah uang yang hampir mencapai satu juta rupiah per orangnya hanya untuk mendapatkan dua suntikan dosis vaksinnya di Kimia Farma.
Menurutnya, langkah dari pemerintahan Indonesia tersebut merupakan langkah aneh dan memiliki tujuan tertentu karena dilakukan tanpa mempertimbangkan kondisi pandemi Covid-19 yang semakin mengkhawatirkan dan juga semakin mengerikan. Bahkan, kasus demi kasusnya yang kian melonjak sudah tidak bisa lagi di jadikan kasus sepele. “Ketika target untuk vaksin mencapai satu juta orang per harinya masih belum juga terselesaikan dengan nyata, termasuk juga akibat tentang keterbatasan pasokan vaksin. Sungguh ini menjadi hal yang aneh bahwa seharusnya vaksin itu dialokasikan demi mencapai target tersebut,” tutur Abdul, yang kami lansir dari sumber CNNIndonesia, pada Senin, 12 Juli 2021.
Menurutnya, seharusnya pemerintahan Republik Indonesia itu meniru langkah demi langkah yang dilakukan oleh pemerintahan Malaysia dan juga Filipina. Sebagaimana yang kita tahu, bahwa langkah Malaysia dan juga Filipina tidak pernah bergoyah dalam melakukan komersialisasi serta juga menyatakan bahwa perdagangan vaksinasi Covid-19 merupakan perbuatan ilegal. Pelaku yang ketahuan dan di ciduk oleh aparat keamanan akan segera mendapatkan sidang hukum hingga dijatuhi pidana. Lebih lanjut lagi, bahwa Abdul mempertanyakan kejelasan sistem prioritas pemberian vaksinasi Covid-19 yang seharusnya masih bisa di lanjutkan untuk pertanggungjawaban keberlanjutan lebih lanjut.
Menurut dia, informasi yang didapatkan dari pemerintahan Indonesia tentang vaksinasi berbayar dari Kimia Farma ini sudah tidak bisa lagi di dengar karena tidak adanya berita terbaru. “Dulu yang di prioritaskan, adalah tenaga kesehatan dan juga para petugas pelayanan publik. Lalu ada juga manula. Kemudian prioritas berikutnya, adalah orang yang memiliki gangguan kejiwaan. Saya tidak pernah menerima sedikitpun informasi tentang prioritas-prioritas sebelumnya,” ujarnya. Oleh karena itu, kini ia pun turut mencurigai perihal perdagangan vaksin di Kimia Farma yang juga semakin kuat atas indikasi pemerintahan. Yang mana indikasi tersebut menduga bahwa pemerintahan sudah abai dan juga menyepelekan terhadap sistem prioritas, termasuk vaksin Covid-19.