Kebijakan Fiskal yang Tidak Kaku

Jumat, 24 Oktober 2025 – 02:00 WIB

Jakarta – Keputusan Menteri Keuangan kuno Yudhi Sadewa untuk tidak menaikkan tarif Bea Cukai atas Produk Tembakau (CHT) dan Harga Jual Eceran (HJE) pada tahun 2026 mendapat sambutan luas dari kalangan akademisi.

Baca selengkapnya:

Singapura dan Hong Kong sudah menjadi surganya kantor bagi keluarga, apakah Indonesia akan menyusul?

Langkah tersebut dinilai merupakan kebijakan fiskal yang strategis dan fleksibel untuk mencapai keseimbangan antara penerimaan negara dan keberlangsungan Industri Hasil Tembakau (IHT).

Kebijakan tersebut dinilai memberikan nafas baru pada sektor padat karya yang melibatkan jutaan pekerja, mulai dari petani tembakau hingga buruh pabrik.

Baca selengkapnya:

Menkeu Purvaya Tegaskan Tak Ada Kenaikan Retribusi BPJS Kesehatan, Berikut Rincian Iuran Per Kelas Oktober 2025

Kepala Laboratorium Jurusan Ekonomi dan Bisnis Universitas Gadjah Mada (UGM), Kun Haribo, juga menilai keputusan Purbaya sebagai bentuk kebijakan fiskal adaptif yang mendukung stabilitas industri.

Ilustrasi seorang pekerja pabrik rokok.

Gambar:

  • Dokumentasi Bea dan Cukai, Kementerian Keuangan.

Baca selengkapnya:

Purvaya menyerahkan sinkronisasi data tersebut ke BI dengan dana yang disetor Pemda

“Kebijakan fiskal tidak ketat dalam perolehan penerimaan negara. Faktor lain juga turut dipertimbangkan seperti stabilitas industri padat karya, kemungkinan inflasi akibat kenaikan harga rokok, serta pemberian ruang bagi industri tembakau dan petani tembakau di tengah kemerosotan masyarakat,” demikian keterangan tertulis Kamis, 2 Oktober di Kroing. 2025.

Dia menjelaskan, keputusan penundaan kenaikan tarif cukai tetap memungkinkan negara mempertahankan pendapatan dari tahun ke tahun. Namun di sisi lain, kebijakan ini memberikan waktu bagi industri untuk kembali memperkuat daya saingnya.

Menurut Kuhn, langkah moratorium tersebut membuka peluang bagi pemerintah untuk merancang struktur tarif yang lebih efektif dan seimbang di masa depan.

“Kebijakan moratorium cukai tidak hanya memberikan ruang bagi industri, tetapi juga membuka peluang untuk merancang kebijakan fiskal yang lebih seimbang antara kepentingan pendapatan negara dan keberlanjutan dunia usaha,” imbuhnya.

Sementara itu, Ketua Umum Gabungan Produsen Rokok Indonesia (Gappri) Henry Najoan menyebut keputusan Menteri Keuangan Purbaya merupakan langkah penyelamatan penting bagi industri tembakau yang sedang menghadapi tekanan berat.

“Situasi IHT saat ini sudah memenuhi syarat stimulus fiskal sesuai UU Nomor 3 Tahun 2014. Ini bisa menjadi jalan bagi pemerintah. Apa yang dilakukan Pak Purvaya sudah tepat,” kata Henry.

Dia menegaskan, penangguhan tarif cukai akan membantu menjaga kelangsungan usaha dan mencegah hilangnya lapangan kerja lebih lanjut. Dengan demikian, industri dapat kembali fokus pada peningkatan produktivitas dan mempertahankan kontribusinya terhadap perekonomian nasional.

Menteri Keuangan Purvaya Yudhi Sadewa

Terkait kasus pemungutan PBB di Pondok Pesantren Al-Fat Jalen Bekasi, berikut tanggapan Purbya

Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Purbaya buka suara terkait kasus RUU Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) terhadap Pondok Pesantren Al-Fatah Jalen di Bekasir.

img_title

VIVA.co.id

23 Oktober 2025



Source link

Imam Santoso
Imam Santoso

Imam Santoso adalah reporter berita di Rapormerah, yang berspesialisasi dalam berita terkini dan liputan mendalam berbagai peristiwa nasional dan internasional. Dengan latar belakang jurnalisme investigasi yang kuat, Imam Santoso berkomitmen untuk menyajikan laporan berimbang dan berbasis fakta yang informatif dan menarik bagi pembaca.

Articles: 2394

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *